#EPIDOE.02-Kesendirian menggelayut manja dalam dirinya, tak ada satupun dari mereka yang mendekati. Vita lebih suka begitu. Terkurung dipesantren tanpa seorang teman, lama-lama membuatnya jenuh. Ia menangis dalam diam. Menangis merindukan kehidupannya dulu. Kehidupan yang seperti putri kerajaan. Tak ada kesulitan apapun jika ia ingin mendapatkan sesuatu. Tapi sekarang ? semenjak ayahnya berkenalan dengan kiyai farikhin mukminin, kehidupannya berubah drastis,… gelap gulita. Begitulah hal yang dapat mengambarkan dirinya saat ini.
“novita nur amalia di panggil diruang tamu”, sebuah teriakan menyusup ditelinganya. Vita beranjak dari duduk, memakai jilbab seadanya dan berjalan santai keruang tamu. Sampai diruang ia tercengang. Tak ada satupun orang yang dikenalnya disana, hanya ada satu pria berpeci nyentrik memandangnya lurus.
“kamu yang namanya novita ?”, tanya pria itu.
“iya gua sendiri, kenapa? ada perlu apa?”,
“kakakmu ada diluar, dia malu masuk ke lobi putri, kamu saja yang menemui dia”,
“hah ?! kak aji kesini? Dimana kak aji”, matanya berbinar bak lampion dimalam hari.
“diluar pondok ayo ikut aku”,
Dengan senang hati, ia membututi si pria sampai diluar pondok. Seorang lelaki tinggi semampai berdiri membelakanginya, lelaki itu menenteng ransel layaknya seseorang berwibawa.
“kak aji…..!!!”, senyumnya merekah, tubuhnya langsung menghambur pada ruang dada kakak tercintanya.
“hai si bawel, how are you ?”
“I am so bad brother, disini nggak enak banget, apalagi orang-orangnya tuh, nyebelin banget deh kak”,
“itu karena kamu belum terbiasa, kakak dulu juga kayak kamu, tapi lama kelamaan kakak nyaman banget disini, percaya deh”,.
“ah, kakak gak asyik, sama aja kayak papa”,
“udahlah vit, kamu pasti bisa, kalau kamu butuh sesuatu bilang aja sama kang ridho, nanti biar kang ridho kasih tau kakak kalo kamu nggak bisa keluar pondok, kang ridho itu temen baik kakak dulu dipondok”,
“iya deh iya……”
“oh iya, ini tadi kakak habis gajian, buat jajan kamu”, sebuah amplop kecil diserahkannya cuma-cuma.
“makasih ya kak”, bibirnya tertarik membentuk senyum manis di wajahnya.
“iya sama-sama, tapi kamu harus nurutin pesen kakak, ngajinya yang rajin dan ibadahnya jangan sampai lupa. Okey ?”,
“siap boz!”, serunya bersemangat.
“emmm,… ya udah, kalau gitu kakak balik dulu ya, udah sore nih, ada meeting sama klien nanti malem”,
“oke, salam ya buat papa mama kak”,
“siipp, pasti kakak sampein”,
Aji tersenyum sembari mengusap bagian kepalanya yang tertutup jilba. Suatu kebiasaan setiap kali kakak adik itu berpamitan.
* * *
Sesuatu hal yang tak biasa akan menjadi nyata jika kita memang mengamininnya. Fighting dari sesorang kakak adalah sebuah bendera, merubah pola pikir adik menjadi luar biasa, meskipun sedikit namun sangat berharga dihati semua pihak, terutama sang ayah yang susah payah menjadi nafkah.
“vit, kamu udah punya Al qur’an ?”, tanya mbak zahro disuatu hari.
“ya belom lah mbak, disini baru beberapa hari udah punya qur’an”, jawabnya ceplas-ceplos.
“kirain udah bawa dari rumah..?”, mbak zahro mencoa bersabar.
“boro-boro bawa dari rumah, punya qur’an dirumah aja enggak”, mbak zahro tersenyum mafhum atas kejujurannya, memang orang seperti vitalah klien penting sang ketua umum ‘anwarul mukminin’.
“ya udah, ini aku keluar vit, kalau kamu mungkin mau nitip qur’an sekalian”,
“emang berapa harganya mbak ?”,
“nggak sampai 50 ribu kok vit”,
“oh, bentar ya aku ambil uangnya dulu”, mbak zahro mengangguk sambil tersenyum. Dikaisnya ransel hello kitty di sebuah gantungan baju. Mencari benda penting, mencari lembaran kecil. Seketika vita tercengang, terpaku didepan dompet mungilnya. Panik ,dompet itu kering kerontang. Tak ada 1 lembarpun uang di ranselnya, nihil.
Vita terdiam sembari berpikir keras, berpikir tentang uangnya yang tiba-tiba menghilang. Pandangannya berkeliar diseluruh sudut ruangan. Dimana-mana mencari pencuri nggak cukup dengan dipandang saja, keluhnya kesal.
“ada apa vit ? kok malah bengong”, mbak zahro datang menghampirinya.
“uangku nggak ada mbak?”, jawabnya tanpa ekspresi.
“lho ? kok bisa ?! emang kamu taruh dimana ?, jangan-jangan kamu lupa vit, coba dicari sekali lagi”,
“aku inget banget aku naruhnya disini mbak, ya di tas ini”,
“ya udah, kalo gitu kita bahasnya di kantor aja, nggak enak kalo disini”, mbak zahro menggandengnya ke ruang kantor untuk di evaluasi. Gurat wajah tomboynya Nampak ketegangan hebat, ia tahu ini bukan dirumah ayahnya lagi.
“kamu tenang dulu disini ya vit, aku panggil keamanan dulu”, vita mengangguk pasrah. Tak selang lama, satu per satu pengurus inti masuk ke ruang kantor, kemudian diikuti beberapa keamanan.
“assalamualaikum…”, semuanya berucap. Melangkah berurutan sesuai jabatan. Matanya membelalak menatap seseorang salah satu dari mereka. Beberapa kali ia mengucek matanya sendiri, dan ternyata benar apa yang ia lihat. Ya ia kenal sekali dengan wajah orang itu.
“Ghina….?!”, sebutnya keras, seseorang itu juga tak kalah menatapnya tajam.
“Ghina si mata empat itu kan ? loe ternyata disini juga”, matanya berbinar penuh cahaya. Semua pengurus memandang keduanya bergantian. Apalagi ghina yang tanpa ekspresi dikejutkan seperti itu.
“kalian udah saling kenal rupanya?”, tanya mbak zahro kemudian.
“dia sahabatku dulu di SMP mbak, iya kan ghina”, senyumnya merekah bahkan ia beranjak mendekati teman SMP nya yang sama sekali tak meliriknya sedikitpun.
“nggak mbak ! Cuma temen biasa, bukan sahabat”, sahut ghina ketus, kening vita berkerut.
“kok lo gitu sih, loe abis ketabrak truk ghin? Kita dulu temen satu SMP, masak loe lupa sih ghin”,
“Cuma temen kan, bukan sahabat !” vita terpaksa untuk diam melihat tingkah laku temen SMPnya yang mahal senyum itu. Vita seakan kehilangan kata-kata. Terbersit rasa bersalah dimasa lalu tiba-tiba hadir dalam pikirannya.
Vita terlalu melukai hati ghina. Selama beberapa tahun silam vita termangu, mengingat masa lalunya.
“sudah-sudah, yang itu dibahas nanti saja, sekarang kita mulai sidangnya”, sahut mbak zahro melerai keduanya. Ghina duduk begitu saja tanpa peduli temannya yang masih berdiri mematung. Sadar kalau temannya mengambil posisi duduk berjejer, vita mengikuti dengan pandangan lurus kearah ghina yang justru acuh kepadanya. Pembahasan dan berbagai pertanyaan teruarai satu persatu dari beberapa pengurus. Forum siding bertambah heboh. Suhu panas disiang hari membuat peluh audiens yang tampak serius.
“ghina ….”, panggil mbak zahro lirih. Kepala ghina mendongak.
“gimana ? kamu ada pertanyaan nggak untuk korban?”, pertanyaan mbak zahro menjadi objek utama pandangan semua pengurus inti & para keamanan lainnya.
“nggak ada mbak, lagi nggak nafsu ngomong”, jawabnya sinis.
“eemm,,… kalau begitu dari pengurus inti atau keamanan yang lain mungkin ada usul atau pertanyaan lagi sebelum siding ditutup?”, mata mbak zahro mencari acungan jari yang terangkat, dan kemudian.
“aku ada usul mbak !” vita memekik.
“ya, apa itu vita ?”,
“eemmm…. Gimana kalau untuk selanjutnya uanngku dipegang sama ghina aja mbak, kan ghina ketua keamanan disini”,
Mata ghina melirik tajam menyerbu vita yang nyerocos bak bebek yang telat makan tiga hari. Lirikan itu penuh kebencian yang membara, dendam kesumat. Seolah nama yang menyebut namanya itu adalah seorang nenek sihir jahat.
“heh,..?! apa-apaan sampai nitip uang segala. Kamu pikir aku bank apa?! Aku ini keamanan bukan bendahara”,
“Ya maka dari itu, keamanan apa salahnya mengamankan uang temen sendiri, lo kenapa sih gitu banget sama gue ghin? Masih dendam lo sama gue karna waktu itu ha,…?!”,
“sudah ,… sudah,… jangan ribut. Ghina, kalau aku pikir-pikir saran dari vita ada baiknya juga. Bendahara banyak megang uang pondok, kasian mbak hamidah ghin. Lagian kalian kan sebelumnya sudah saling kenal temen 1 SMP lagi, apa salahnya saling membantu toh, kalo uangnya vita nanti hilang lagi, kamu juga kan yang repot, bolak-balik sidang dikantor”,
“tapi mbak….??!!”
“ayolah ghin, kalo bukan kamu siapa lagi?, aku milih kamu jadi ketua keamanan karena aku yakin kamu mampu, kalau kamu tidak mau melakukannya untuk vita, lakukanlah untuk abah-umi’, antuk anwarul mukminin”, Kali ini ghina menyerah, entah kenapa jika mbak zahro’ yang meminta ghina jadi mati ras. Lidahnya kelu, seoalah-olah ajakan itu memiliki magnet yang kuat menariknya. Ghina tak bisa menolak dengan alasan apapun. Penuturan atasannya yang bagai petir itu membuat bungkam pikiran, hati juga mulutnya. Inikah khidmat yang berakhir mulia? “mau ya ghina?”, mbak zahro membujuknya lagi. Ghina menganggguk pelan, membuat ujung bibir mbak zahro tertarik, terutama vita yang sedari tadi harap-harap cemas menanti jawaban teman lamanya tersebut. “sabar ya mbak, memang begitu kalo jadi pengurus atasan, punya anak tapi gak punya bapak”, bisik junaidah terkikik.
“ya sudah, kalo begitu masalah ini biar nanti diskusi dulu sama pengasuh. Vita, kamu lebih waspada lagi memantau orang-orang sekitar kalau ada gerak-geriknya yang mencurigakan langsung lapor ke aku atau mbak-mbak yang ada disini”,
“oke mbak”,
“oke, sementara siding ditutup dulu, silahkan kembali ke aktifitasnya masing-masing, assalamualaikum wr. wb.”,
“walaikumsalam wr. wb.”,
Harrah's Cherokee Casino Resort - Mapyro
ReplyDeleteHarrah's Cherokee Casino Resort in Cherokee, NC is 군산 출장안마 located in 김해 출장안마 the heart of the Great 광주광역 출장샵 Smoky Mountains and 서귀포 출장안마 is close 논산 출장마사지 to Casino Park. The casino has 2000 guest