Hari
masih terlalu pagi untuk beraktifitas. Kokok ayam bersahut-sahutan juga enggan
usai. Tapi orang-orang sudah berlalu lalang menyiapkan peralatan kerja bakti,
sesuai dengan aturan pembinannya. Sie kebersihan begitu sang surya tersenyum,
semua santri tersibukan dengan tugas mulianya tersebut.
Ghina terpatri untuk beranjak.
Gilirannya masih lama keamanan memang selalu tak ada pilihan saat kerja bakti.
Selalu ruang tamu… dan ruang tamu lagi. Ghina beralih lagi pada tumpukan empuk
yang sudah tertata rapi. Ghina tak mau lama menunggu. Tapi ia bisa apa?!
“mbak ghina…!”, lantang suara
salamah, sie kebersihan IV mulai beroperasi.
“masih nanti kan kerja baktinya
sal?”,
“ini bukan masalah kerja bakti mbak,
tapi vita”,
“emang kenapa vita ?”,
“vita sakit mbak. Badannya menggigil, panas banget
mbak keningnya”,
Tanpa mendengar penjelasan salamah lagi. Ghina
tunggang langgang menuju kamar vita. Saat tiba di kamar vita, disana vita
berbaring lemas dikerumuni banyak santri. Wajahnya pucat pasih seperti halnya
mayat hidup. Ghina berhambur menopang tangan vita yang kaku tak berdaya selang
beberapa waktu mbak zahro’ datang.
“vita kenapa ghin…?”, mbak zahro’ tampak begitu
panik, apalagi saat air mata sahabat vita itu mengalir di pipinya.
“nggak tau mbak…, aku kesini udah begini vita mbak”,
“iya mbak”, seru salah satu teman vita.
Kemudian beberapa orang memopong tubuh vita yang
masih menggigil hebat, 2 orang lagi membututi ghina, ikut serta menghantar vita
ke rumah sakit terdekat.
Sesampai dirumah sakit, semuanya menunggu dengan
harap-harap cemas. Tampak didalam ruangan, vita berbaring dengan ditemani
selang infus dihidungnya. Pandangannya kosong menatap langit-langit kamar
inapnya. Dokter keluar dari kamar vita dan menyampaiakan bahwa vita terkena
Demam Berdarah akut.
“kemungkinan teman kalian akan tinggal di rumah
sakit beberapa hari ini”, ujar pak dokter.
“iya dok, tadi sudah saya hubungi keluarganya”, jawab
ghina yang begitu antusiasnya.
“iya sebaiknya begitu, emmm ya sudah kalau begitu
saya ke pasien yang lainnya dulu”,
Empat orang nampak antusias melihat keadaan vita, meski sulit bergerak,
vita tetap menyunggingkan senyum, senyuman manis yang disugguhkannya pada
mereka yang menolongnya. keempat orang itu berdiri melingkari tempat tidur vita
satu per satu tersenyum.
“aku sudah hubungi orang tua kamu vit, sebentar lagi
mungkin beliau kesini”, ghina membuka pembicaraan. Vita hanya mengangguk
sembari tersenyum.
“emmm… cha,yan kalian disini ya jagain vita, aku
sama ghina beli makanan dulu”, mbak zahro’ pamit untuk pergi.
***
Setelah kepergian mbak zahro’ dan ghina. Derap
langkah kaki terdengar dari jauh. Pertanda ada seseorang yang akan datang. Tak
lama beberapa waktu knop pintu pun bergerak. Tampak dua orang lelaki yang
berbeda usia ikut berhambur, mendekat kea rah pembaringan vita dan mengusap
wajah vita yang terlihat lesu.
Vita tertatih untuk bangun, bahagia melihat sang
ayah datang bersama sang kakak. Vita bergilir mencium punggung tangan kedua
lelaki itu.
“vita sakit apa mbak?”, Tanya pria paruh baya,
menoleh kea rah dua orang santri pengantar.
“demam berdarah pak”,
“oh ya pah, bunda kok gak ikut ?”, Tanya vita lirih.
“bunda juga sekarang lagi nggak enak badan dirumah
mbah”,
“kok aku nggak dikasih tau sih pah kalo bunda
sakit”,
“bunda nggak mau ganggu kamu nak”,
Vita terdiam lama, tiba-tiba saja air matanya
tumpah. Vita merasa ada yang salah pada dirinya. Mengingat tingkah lakunya di
masa lalu. Vita selalu menyusahkan semua orang. Tapi mereka sabar dan justru
lebih menyayangi vita terus tanpa henti. Mereka, keluarga vita, dan bukan
teman.
“kamu kenapa malah nangis nak?”, ayah membelai
rambut vita yang terurai sepinggul.
“nggak papa pah, nggak kenapa-napa kok”,
“kalo ada apa-apa cerita sama kakak vit!”, vita
tersenyum mengingat pesan kakaknya dulu.
“kakak aja kalo ada apa-apa nggak pernah cerita ke
vita”,
“itu prinsip kakak vit, hehehe…”,
Bibir vita menggerutu kesal. Pasti jawaban itu yang
diterimanya kalo lagi kepo. Vita dan aji tak seperti kakak adik dalam hal
menyimpan rahasia, keduanya memiliki prinsip masing-masing.
“pah, apa nggak sebaiknya kita bawa pulang aja si
vita pah, dari pada disini kan kasihan temen-temennya”,
“vita nggak mau pulang. Vita pengen disini aja sama
temen-temen”,
Sang ayah mengerutkan dahi, tapi aji malah terkekeh
melihat mimic wajah ayahnya heran begitu. Vita pasti sudah menemukan sesuatu di
Anwarul Mukminin, pikir aji.
“Tumben banget kamu nggak mau pulang? Biasanya aja
telfon papah terus minta dijemput”,vita cengengesan menyeringahi
“tapi kali ini kamu sakit vit, mendingan istirahat
dirumah aja, kalo disini kasian yang jagain pengurusnya”, terang aji.
Dengan setengah hati vita mengiyakannya. Walau
bagaimanapun juga ia seseorang yang lemah.
“ya udah deh vita pulang”,
Icha dan yanti pun ikut terkekeh dibuatnya, larut
dalan canda tawa keluarga tersebut. Sederhana namun nampak begitu istimewa. Tak
lama gurauan itu berlansung, suara knop pintu nyaring terdengar. Seketika
semuanya terhenti melihatnya. Dua orang hadir dengan iringan salam. Beberapa
orang didekat vita menoleh.
“ghina ?!”, sapa aji. Ghina terpaku dibuatnya. Suara
itu khas! Pria itu…! Ternyata masih mengenalnya sampai sekarang. Pria yang
selama ini tak pernah hilang dari pikirannya.
Dua kantong plastik seketika jatuh ke lantai,
reflek. Diambilnya kantong plastik itu kembali ditentengnya. Keringat dingin
menghias wajahnya yang cantik. Suhu panas diluar sana cukup tinggi, namun bukan
itu alasan yang sesungguhnya. Ghina terjebak sesuatu yang sukses membuat
bungkam mulut dan pikirannya.
“ghina kamu disini?”, pertanyaan itu meluncur begitu
saja dari mulut sang pria. Ghina hanya tersenyum sebagai bahan penenang hatinya
yang entah bagaimana sekarang.
“kakak udah kenal sama ghina?”, ditambah lagi
pertanyaan sahabatnya, ghina semakin tertohok. Tapi pertanyaan itu juga wajar
baginya. Hanya saja ghina tak mau memperkeruh suasana. Ghina enggan mengorek
masa lalu. Dan vita adalah orang yang tak tau menau.
“dia….”, seru kak aji. Kalimat menggantung, mencari
kalimat yang tepat. Namun…
“oh ya vit, ini aku beliin nasi pecel nggak pake
toge dimakan langsung ya, abis itu minum obatnya jangan lupa”, sahut ghina
cepat sebelum kalimat dari aji berlanjut dan… tamatlah riwayatnya.
“masih inget aja seleraku dari dulu sampai sekarang
ghin, makasih ya”,
“iya sama-sama”,
Dua pasang mata milik seseorang disebelah vita masih
tak berhenti mengamati gerak-gerik ghina. Tingkah laku ghina yang serba
canggung. Dua pasang mata itu tak pernah berubah sampai sekarang. Ghina tahu
itu. Tapi bukan berarti ghina harus bahagia, karena sepasang mata itu harap
ditatapnya lagi. Bukan miliknya lagi. Sekuat tenaga ghina menenangkan diri.
“oh yap ah, kalo mau pulang izinnya sama sahabatku
ini. Dia ketua keamanannya”, celetuk vita. Ghina hanya tersenyum.
“eh ghin, aku mau pulang. Papah nih maksa banget aku
pulang. Padahal kan nggak mau pulang”,
“ya mungkin memang itu yang terbaik vita. Kamu
istirahat aja dulu dirumah. Nah, nanti kalo udah sembuh, bisa kembali lagi kesini
vit”,
“oh ya mbak,
kiyai farikhin di ndalem?”, alih-alih ghina memindah pandangannya ke arah ayah
vita.
“kebetulan abah dan umi’ sedang pergi pak, nanti
biar izinnya vita saya saja yang urus pak”,
“oh begitu, ya sudah mbak, kalau begitu kami
sekeluarga pamit pulang dulu ya”,
“oh iya pak, silahkan… hati-hati dijalan”,
“terimakasih ya mbak, assalamualaikum…”,
“wa’alaikumsalam…”,
Dua sahabat saling menempelkan pipi. Cipika-cipiki
layaknya dua sejoli yang akan berpisah nan jauh disana. Keempat pengurus yang
mengantar melambaikan tangan di parkiran, melepas kepulangan teman mereka vita.
Setelah mobil itu pergi jauh, ghina kembali termenung menjauh dari tempat yang
baru saja dibuatnya melambai.
“ghin, kamu nggak papa kan?”, ghina menoleh,
kemudian memeluk seseorang disampingnya, dengan segenap hati.
“yang sabar ya ghin,… kamu pasti kuat menghadapinya
meski sulit. Masa lalu itu lama-kelamaan akan sirna”,
“aku,…”, ghina tak sanggup berkata. Hanya tangis dan
pandangan matanya yang mengisyaratkan sesuatu.
“sudah ghin, jangan menangis terus…”, ujar mbak
zahro’ lirih, sembari mengusap bulir putih di pipi ghina.
“setelah pertemuan ini mbak minta kamu tetep harus
jaga hubungan kamu sama vita ya”, sekilas ghina mengangguk.
“insyallah mbak”,
“gimana perasaan kamu setelah ini ghina ?”, hening,
taka da suara apapun yang keluar.
“aku rasa semua ini bukan sepenuhnya salah kang
ishaq, ghin. Buktinya sampai sekarang dia masih sendiri, dan aku yakin,… dia
pasti menunggu kamu”,
“aku yang salah mbak,…”,
“ghina! Ini bukan salah siapa-siapa. Tapi ini
takdir, kamu harus tau itu!”,
“tapi aku…”,
“cukup! Udah, aku tahu apa yang mau kamu omongin.
Lupakan masa lalu ghina. Ada kang ishaq di hati kamu kan? Dan kang ishaq bukan
lelaki macam ye’ ahmad”,
“apa… mas ishaq mau menerimaku setelah ini mbak?”,
mbak zahro’ tersenyum mendapati wajah polos adik asuhnya. Mimic wajah tanpa
dosa, tapi menyenangkan.
“kamu masih inget kan kenapa papanya kang ishaq
kasih nama itu?”, ghina mulai berpikir, lalu tersenyum geli.
“inget banget mbak”,
“jodoh nggak akan kemana ghina. Kamu dan kang ishaq
adalah dua pribadi yang beda, tapi punya tujuan yang sama. Bersatu. Kalian ,..
membuatku iri”,
Ghina terus saja tersenyum, larut dalam gurauan mbak
zahro’ yang menggelitik. Mbak zahro’lah satu-satunya orang yang bisa merubah
watak dan prinsipnya. Keluar dari dunianya yang suntuk. Sandaran saat
ghina menangis. Bagian dari hidup gadis
unik berwajah innocent itu.
*
* *
Matanya menatap tajam di layar monitor, namun
hatinya entah kemana. Wanita yang baru saja ia temui sukses menjerat pikirannya
kuat-kuat. Sosok ghina yang lugu, senyum simpul yang menghias bibir gadis 20
tahun itu kini tampak lagi setelah pertemuan mendadak kemarin.
Telunjuk panjangnya mulai mengetik sesuatu, masih
dengan memikirkan kenangan masa lalu. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Kepalanya
mendongok melihat siapa yang menggerakkan knop pintu kamarnya itu.
“haii vit, belom tidur ?”, tanyanya sembari
membenahi letak kaca minus.
“nggak bisa tidur kak, aku … kepikiran seseorang”,
“kepikiran siapa sih? Rifki ? ”,
“ye…. Ngapain juga kepikiran cowok berengsek. Aku ..
kepikiran temenku kak. ghina”,
Deg! Hatinya mencelos. Ghina ?!
“eh, oh ya kak, kakak kenal sama
ghina?, dan… kayaknya kenal banget”,
Aji terdiam beberapa saat…..
Mampukah ia menjelaskan semuanya ? pentingkah
itu bagi vita? Pandangannya beralih menatap monitor didepannya lagi. Lurus
tanpa ekspresi wajah seolah-olah monitor itu muncul hantu gentayangan. Seolah
komputernya tak boleh beranjak kemana-mana.
“kak, ?! kok malah bengong sih?!”,
“ee… sory vit, kakak banyak kerjaan
hari ini jadinya agak lola ini”,
“yaahh… kakakk. Jadi orang serius
banget sih kak, sampe nggak sempet nyari calon istri”, aji meringis sekilas.
“jadi gimana tadi, kakak kenal ghina
dari mana?, asal usulnya gimana? Ceritain dong…”, lagi-lagi aji meringis,
memperlihatkan gigi gingsulnya yang aduhai.
“eemmmm… dia itu…”,
“dia itu… orang yang aku tunggu
selama ini vit”,
Vita terlonjak. Matanya tak lepas
dari pandangan kakaknya baru kali ini ia mendengar sendiri pernyataan cinta dari
mulut sang kakak. Terlonjak bukan main karena baru pertama kali mendengar, tapi
seseorang itu….?
“kakak nggak nyangka dia malah jadi
temen kamu, dan nggak nyangkanya lagi kakak ketemu dia disana”, vita masih saja
diam tak berkutik. Menahan gejolak tanpa sepengetahuan kakak tercintanya.
“setelah lama dia pergi… bersama
orang lain, akhirnya kita bertemu kembali, vit”,
“ghina…. Pergi bersama orang lain
kak?! Siapa kak?”,
‘suaminnya”,
“hah…?! Suami ?!!”,
Nonton film drama korea saat ini sangat mudah, cukup donwload aplikasi MYDRAKOR di googlePlay gratis, banyak film drama korea terbaru dan pilihan, jangan samoe ketingalam
ReplyDeletehttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main&hl=in
https://www.inflixer.com/